Rabu, 08 Februari 2012

Wamen ESDM Widjajono Partowidagdo: “Penawaran wilayah kerja pertambangan melalui lelang oleh pemerintah daerah”


Jakarta, 8 Februari  2012



Wamen ESDM Widjajono Partowidagdo:
“Penawaran wilayah kerja pertambangan melalui lelang oleh pemerintah daerah”



Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Wamen ESDM) Widjajono Partowidagdo mengingatkan bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak merinci operasi (eksplorasi dan eksploitasi) pertambangan yang memungkinkan bupati/walikota bebas memberi wilayah kerja pertambangan kepada suatu badan usaha tanpa kepastian pemilik dan tidak melalui lelang.
UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara bertujuan meningkatkan pengusahaan pertambangan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, termasuk mencegah praktik pertambangan yang salah. “Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara mengakomodir desentralisasi dan praktik pertambangan yang benar,” ujarnya, saat rapat dengar pendapat (RDP) Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Gedung DPD, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/2).
Menurutnya, UU 4/2009 mengakomodir desentralisasi atau otonomi daerah karena mensyaratkan luas wilayah kerja pertambangan, pengelolaan pertambangan di dalam negeri, partisipasi nasional dan lokal, komponen dalam negeri, dan jangka waktu kontrak. “Pengusul wilayah kerja pertambangan adalah pemerintah pusat untuk menghindari tumpang tindih dan penawarannya (wilayah kerja pertambangan) melalui lelang oleh pemerintah daerah sebagai pelaksanaan desentralisasi.”
Jika merujuk peraturan perundang-undangan otonomi daerah, provinsi kebagian 20% hasil pertambangan, kabupaten/kota penghasil 40%, dan kabupaten/kota non-penghasil 40%. Ia mengusulkan, sebaiknya dari 40% bagian kabupaten/kota penghasil tersebut terbagi kepada kecamatan penghasil 40% dan kecamatan non-penghasil 40, sedangkan kabupaten/kota penghasil 20%. “Jadi, kecamatan penghasil merasakan manfaat operasi pertambangan yang lebih besar,” jelasnya.
UU 4/2009 juga mengakomodir praktik pertambangan yang benar “Pertambangan yang mempertimbangkan keuntungan kontraktor dan pendapatan pemerintah serta kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat,” tegas Widjajono. Dijelaskan, pemanfaatan sumberdaya energi dan mineral harus mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, menyejahterakan masyarakat, dan menciptakan lapangan pekerjaan.
“Kesejahteraan masyarakat di daerah eksploitasi pertambangan harus meningkat. Oleh karena itu, masyarakat hingga daerah tingkat kecamatan harus mengetahui operasi pertambangan,” ujarnya. Karena pertambangan sumberdaya alam milik masyarakat (common property resources) maka pemerintah daerah wajib memberitahu warganya ihwal wilayah kerja pertambangan. “Jika masyarakat tidak keberatan, pemerintah daerah menawarkannya melalui lelang.”
Operasi pertambangan dimaksud terdiri atas minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi serta mineral dan batubara. Suatu badan usaha mendapat hak pengusahaan pertambangan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Untuk mineral dan batubara, badan usaha harus mengikuti lelang guna mendapat hak kontrak di wilayah kerja pertambangan. “Badan usaha tersebut wajib membayar untuk mendapat formulir dan informasi.”
Selanjutnya, kontraktor mengajukan proposal kegiatan di wilayah kerja pertambangan serta jumlah modalnya. Juga memperkirakan produksi, pendapatan, dan keuntungan, kemudian mempresentasikan proposal kepada institusi terkait. Penilaian pemenang lelang merujuk proposal, modal, dan bonafiditas badan usaha (nama dan pengalaman di bidangnya). Kontraktor yang menang membayar signature bonus untuk mendapat hak mengeksplorasi dan mengeksploitasi pertambangan di wilayah kerjanya.
Widjajono memaparkan, eksplorasi minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi bertujuan untuk menemukan dan menentukan batas reservoir. Setelah penemuan minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi, eksploitasinya tidak terlalu membutuhkan lahan yang luas karena kegiatannya hanya mengebor tanah. Contohnya, dari 20 ribu hektar wilayah kerja pertambangan, bisa hanya 100 hektar untuk operasi pertambangan.
Sedangkan eksplorasi mineral dan batubara tidak membutuhkan lahan. Setelah menemukan mineral dan batubara, kegiatan berikutnya ialah mengelupas tanah kecuali pertambangan bawah tanah atau pertambangan dalam (underground mining). Selama underground mining, masalah masyarakat dan lingkungan menjadi luas.
Kemudian, eksploitasi hanya di wilayah kerja lokasi yang mengandung cadangan ekonomis dan analisa dampak lingkungannya juga di wilayah kerja eksploitasi. Sehingga, masyarakat tidak seyogyanya menolak eksplorasi karena belum tentu eksploitasi di daerahnya kecuali ada alasan khusus.
Ketua Komite II DPD Bambang Susilo menjelaskan bahwa revisi UU Pertambangan Mineral dan Batubara merupakan program legislasi nasional (prolegnas) DPD tahun 2012. “Kami menjadikannya sebagai RUU usul inisiatif DPD.”

Siaran pers ini dikeluarkan secara resmi oleh
Bidang Pemberitaan dan Media Visual
Sekretariat Jenderal DPD
                           
Penanggungjawab:
M Linda Wahyuningrum


Tidak ada komentar:

Posting Komentar